Viewers

Rabu, 22 April 2015

Cerpen Bertemakan Lingkungan



Hai ! kali ini selera buat cerpen hadir lagi. Bukan karena iseng. tapi ya gitu, lagi lagi gara gara deadline. Ini cerpen aku buat karena deadline pengumpulan mading tema lingkungan dalam rangka hari bumi. Semoga tetep bagus seperti penulis cerpen yang lain. Dan tentunya semoga bermanfaat :)

BUKAN HANYA UNTUK KAKEK
Udaranya panas. Matahari begitu bersemangat memancarkan udara. Sesekali awan bersatu, dan tak lama kemudian merubah warnanya yang semula putih cerah, menjai putih keabu-abuan. Lalu ia menangis, memancarkan airnya melewati sungai yang diragukan keaslianya. Begitulah suasana yang terjadi akhir-akhir ini.
“Tera sudah berapa kali Ibu bilang? Jangan ambil plastik dan sebangsanya itu di sungai. Itu kotor nak!” Kata wanita setengah baya yang sangat memperhatikan kesehatan Tera, anaknya yang baru berusia 15 tahun itu.
Mendengar nasehat Ibunya, hanya menunduk. Mendengarkan namun tidak melaksanakanya. Terkesan seperti anak tidak tahu aturan bukan?
            Hari terus berganti. Namun tetap keadaan tak pernah berganti. Kebetulan rumah Tera tak jauh dari sungai yang memiliki air berwarna hitam, dan memiliki fungsi papan untuk bangsa sampah. Hari ini ia tak lagi memungut sampah, hanya saja mencoba untuk merubah sampah menjadi sesuatu yang berharga. Dengan siapa lagi? Jika tidak dengan kakek tua yang tinggal di kolong jembatan, dan keseharianya hanya memungut lalu mendaurnya, jika tidak menjualnya dengan harga yang sangat tipis.
“kakek punya mimpi waktu dulu masih seusia kamu Cu!” Ucap kakek sembari menganyam bungkus kopi yang telah dibentuk menjadi persegi panjang.
“Apa itu kek?” Tera penasaran.
Sejenak kakek bernafas, lalu meletakan anyaman bungkus kopi dan memandang Tera dengan penuh kasih sayang seperti sudah menjadi cucunya.
“Kakek ingin membuat pameran” Kata kakek serius
Tera tertawa “Sejak kapan kakek bisa melukis?”
“Heee, apa pameran hanya berlaku untuk lukisan Cu?”
Tera terdiam “Lalu, pameran apa yang kakek maksud?”
Kakek tersenyum “Kakek ingin membuat pameran suatu karya yang dulu sebelum berubah sangat tidak diinginkan kehadiranya.”
Sejenak Tera mengerutkan dahinya, berfikir apa yang dimaksud kakek. Sementara kakek lagi-lagi tersenyum walau giginya dapat dihitung dengan jari.
“Tolong capai mimpi kakek ya!”
Tera mengangguk pelan walau sebenarnya ia tidak mengerti apa yang dimaksud kakek.
Tera berjalan mengendap-endap lalu membuka pintu kamar dengan penuh kehati-hatian seolah sedang ingin mencuri sesuatu.
“Tera! Kamu kemana saja sih? Katanya mau nemenin Ibu ke DTC?” Teriak Ibu
“Iya bu. Mau ganti baju dulu.” Bergegas ia berganti baju. Kemudian pergi dengan Ibunya.
Tera berjalan menggandeng tangan Ibu seperti balita yang takut lepas dari Ibunya. Ibu melirik kesana kemari mencari apa yang dicari.
“Itu kayanya bagus.” Ibu melepas gandengan tangan membenahi tasnya dan menuju kios baju batik. Sementara Tera berjalan santai didepan kios itu. Pikiranya kosong, tidak memikirkan apa apa termasuk alasan mengapa ia tak masuk bersama Ibunya. Tera melihat kesana kemari kemudian pandanganya beralih kebawah. Ditemukan selebaran yang menggugah selera Tera untuk membacanya. Ia mengambil dan membaca selebaran yang berisi tentang akan diadakanya lomba pameranantar SMA di sebelah Taman Bungurasih. Tiba-tiba seolah muncul bola lampu yang sangat terang di otak tera
Keesokan harinya, Ia mengonsep dan mendaftarkan kelompoknya untuk mengikuti lomba pameran karya seni bebas dengan ke-5 sahabatnya. Dengan waktu satu hari mereka mengubah barang yang sangat tidak berguna menjadi barang yang unik dan tentunya bermanfaat.
            Hari ini saatnya pameran dimulai. Pameran ini diikuti oleh 25 SMA. Masing-masing peserta diberi ruangan yang dibatasi oleh sekat-sekat triplek. Disini peserta bebas mengekspresikan karyanya. Tentunya dari 25 peserta yang ada, banyak sekali karya yang di pamerkan. Hanya saja dari sekian banyak peserta tentu hanya satu yang akan tampil sebagai pemenang. Penjurian dilihat dari kekreatifitas dam manfaatnya.
            Kini tiba saatnya pengumuman juara. Tera menggenggam tangan sahabatnya, berdoa dan berharap ia akan tampil sebagai pemenang.
“Juara pertama atas komunitas cinta lingkungaann. Dimohon untuk perwakilan menuju ke atas panggung untuk menerima hadiah.”
Sorak sorak pengunjung mengiringi langkah Tera menuju panggung. Perasaan senang dan takut menyelimuti perasaan Tera. Senang karena ia tampil sebagai pemenang dan takut melihat Ibu berjalan mengahmpirinya. Tera tidak meminta izin ibu untuk mengikuti pameran ini, karena ia takut Ibu akan melarangnya.
“Ibu bangga sama kamu Nak. Anda ibu tahu alasan kamu sering berhubungan dengan sampah dan kakek itu, Ibu pasti akan mendukung.” Ibu memeluk Tera dengan penuh bangga.
“Kakek?” Tera teingat dengan kakek tua itu. Tanpa menunggu aba-aba, Tera melepas pelukanya.
“Ibu, Tera izin bertemu kakek!” Tera langsung berlari menuju kolong jembatan yang kebetulan tidak jauh dengan tempat pameran. Sambil membawa piala, ia berteriak
“Kakek! Tera bisa meneruskan impian kakek!” Tera begitu senang dan bangga atas prestasinya yang diraih mendadak itu. Hingga langkahnya berhenti, heran kenapa dijalan terdapat orang ramai berkumpul. Perlahan Tera berjalan dan mengintip apa yang sedang dikerumuni banyak orang?
Dan ternyata
“Kakek?” Hatinya tersentak melihat kakek yang selama ini mengajarinya mendaur ulang tegeletak berlumur darah. Keluarlah air di mata. Lutut Tera lemas, tak lagi bisa menopang tubuhnya. ia masih tak percaya, Tera duduk lemas memandangi kakeknya yang masih tetap tersenyum memandang wajah mungil Tera.
“Kakek lihat, Tera bisa mewujudkan impian kakek.” Tera menangis, sambil memeluk Kakek. Kakek hanya tersenyum dan berusaha membuat Tera tenang. Tangan kakek mencoba memegang piala. Tera mengusap air matanya.
“Tera Janji ya. tidak hanya mendaur ulang sampah untuk meraih piala ini. Tapi daurlah sampah untuk menyelamatkan bumi kita. Tapi daurlah sampah untuk menyelamatkan bumi kita. Karena bumi sudah banyak memberi kita Cu. Alam yang indah, air, udara semuanya. Sekarang siapa lagi yang mau menjaga bumi jika bukan kita? Yaa..”
Kakek lagi lagi tersenyum.
“Tera janji kek. Bukan hanya untuk kakek, tapi juga untuk bumi.” Tera menangis.
“Cup..cup. cup Tera tidak cengeng. Tera ikhlas!” Kemudian perlahan kakek menghembuskan nafas terakhirnya.

1 komentar: