Hai ! kali ini selera buat cerpen hadir lagi. Bukan karena iseng. tapi ya gitu, lagi lagi gara gara deadline. Ini cerpen aku buat karena deadline pengumpulan mading tema lingkungan dalam rangka hari bumi. Semoga tetep bagus seperti penulis cerpen yang lain. Dan tentunya semoga bermanfaat :)
BUKAN HANYA UNTUK KAKEK
Udaranya panas.
Matahari begitu bersemangat memancarkan udara. Sesekali awan bersatu, dan tak
lama kemudian merubah warnanya yang semula putih cerah, menjai putih
keabu-abuan. Lalu ia menangis, memancarkan airnya melewati sungai yang
diragukan keaslianya. Begitulah suasana yang terjadi akhir-akhir ini.
“Tera sudah berapa kali
Ibu bilang? Jangan ambil plastik dan sebangsanya itu di sungai. Itu kotor nak!”
Kata wanita setengah baya yang sangat memperhatikan kesehatan Tera, anaknya yang
baru berusia 15 tahun itu.
Mendengar nasehat
Ibunya, hanya menunduk. Mendengarkan namun tidak melaksanakanya. Terkesan
seperti anak tidak tahu aturan bukan?
Hari terus berganti. Namun tetap keadaan tak pernah
berganti. Kebetulan rumah Tera tak jauh dari sungai yang memiliki air berwarna
hitam, dan memiliki fungsi papan untuk bangsa sampah. Hari ini ia tak lagi
memungut sampah, hanya saja mencoba untuk merubah sampah menjadi sesuatu yang
berharga. Dengan siapa lagi? Jika tidak dengan kakek tua yang tinggal di kolong
jembatan, dan keseharianya hanya memungut lalu mendaurnya, jika tidak
menjualnya dengan harga yang sangat tipis.
“kakek punya mimpi
waktu dulu masih seusia kamu Cu!” Ucap kakek sembari menganyam bungkus kopi
yang telah dibentuk menjadi persegi panjang.
“Apa itu kek?” Tera
penasaran.
Sejenak kakek bernafas,
lalu meletakan anyaman bungkus kopi dan memandang Tera dengan penuh kasih
sayang seperti sudah menjadi cucunya.
“Kakek ingin membuat
pameran” Kata kakek serius
Tera tertawa “Sejak
kapan kakek bisa melukis?”
“Heee, apa pameran
hanya berlaku untuk lukisan Cu?”
Tera terdiam “Lalu,
pameran apa yang kakek maksud?”
Kakek tersenyum “Kakek
ingin membuat pameran suatu karya yang dulu sebelum berubah sangat tidak
diinginkan kehadiranya.”
Sejenak Tera mengerutkan
dahinya, berfikir apa yang dimaksud kakek. Sementara kakek lagi-lagi tersenyum
walau giginya dapat dihitung dengan jari.
“Tolong capai mimpi
kakek ya!”
Tera mengangguk pelan
walau sebenarnya ia tidak mengerti apa yang dimaksud kakek.
Tera berjalan
mengendap-endap lalu membuka pintu kamar dengan penuh kehati-hatian seolah
sedang ingin mencuri sesuatu.
“Tera! Kamu kemana saja
sih? Katanya mau nemenin Ibu ke DTC?” Teriak Ibu
“Iya bu. Mau ganti baju
dulu.” Bergegas ia berganti baju. Kemudian pergi dengan Ibunya.
Tera berjalan
menggandeng tangan Ibu seperti balita yang takut lepas dari Ibunya. Ibu melirik
kesana kemari mencari apa yang dicari.
“Itu kayanya bagus.”
Ibu melepas gandengan tangan membenahi tasnya dan menuju kios baju batik.
Sementara Tera berjalan santai didepan kios itu. Pikiranya kosong, tidak
memikirkan apa apa termasuk alasan mengapa ia tak masuk bersama Ibunya. Tera
melihat kesana kemari kemudian pandanganya beralih kebawah. Ditemukan selebaran
yang menggugah selera Tera untuk membacanya. Ia mengambil dan membaca selebaran
yang berisi tentang akan diadakanya lomba pameranantar SMA di sebelah Taman
Bungurasih. Tiba-tiba seolah muncul bola lampu yang sangat terang di otak tera
Keesokan harinya, Ia
mengonsep dan mendaftarkan kelompoknya untuk mengikuti lomba pameran karya seni
bebas dengan ke-5 sahabatnya. Dengan waktu satu hari mereka mengubah barang
yang sangat tidak berguna menjadi barang yang unik dan tentunya bermanfaat.
Hari ini saatnya pameran dimulai. Pameran ini diikuti
oleh 25 SMA. Masing-masing peserta diberi ruangan yang dibatasi oleh
sekat-sekat triplek. Disini peserta bebas mengekspresikan karyanya. Tentunya
dari 25 peserta yang ada, banyak sekali karya yang di pamerkan. Hanya saja dari
sekian banyak peserta tentu hanya satu yang akan tampil sebagai pemenang.
Penjurian dilihat dari kekreatifitas dam manfaatnya.
Kini tiba saatnya pengumuman juara. Tera menggenggam
tangan sahabatnya, berdoa dan berharap ia akan tampil sebagai pemenang.
“Juara pertama atas
komunitas cinta lingkungaann. Dimohon untuk perwakilan menuju ke atas panggung
untuk menerima hadiah.”
Sorak sorak pengunjung
mengiringi langkah Tera menuju panggung. Perasaan senang dan takut menyelimuti
perasaan Tera. Senang karena ia tampil sebagai pemenang dan takut melihat Ibu
berjalan mengahmpirinya. Tera tidak meminta izin ibu untuk mengikuti pameran
ini, karena ia takut Ibu akan melarangnya.
“Ibu bangga sama kamu
Nak. Anda ibu tahu alasan kamu sering berhubungan dengan sampah dan kakek itu,
Ibu pasti akan mendukung.” Ibu memeluk Tera dengan penuh bangga.
“Kakek?” Tera teingat
dengan kakek tua itu. Tanpa menunggu aba-aba, Tera melepas pelukanya.
“Ibu, Tera izin bertemu
kakek!” Tera langsung berlari menuju kolong jembatan yang kebetulan tidak jauh
dengan tempat pameran. Sambil membawa piala, ia berteriak
“Kakek! Tera bisa
meneruskan impian kakek!” Tera begitu senang dan bangga atas prestasinya yang
diraih mendadak itu. Hingga langkahnya berhenti, heran kenapa dijalan terdapat
orang ramai berkumpul. Perlahan Tera berjalan dan mengintip apa yang sedang
dikerumuni banyak orang?
Dan ternyata
“Kakek?” Hatinya
tersentak melihat kakek yang selama ini mengajarinya mendaur ulang tegeletak
berlumur darah. Keluarlah air di mata. Lutut Tera lemas, tak lagi bisa menopang
tubuhnya. ia masih tak percaya, Tera duduk lemas memandangi kakeknya yang masih
tetap tersenyum memandang wajah mungil Tera.
“Kakek lihat, Tera bisa
mewujudkan impian kakek.” Tera menangis, sambil memeluk Kakek. Kakek hanya
tersenyum dan berusaha membuat Tera tenang. Tangan kakek mencoba memegang
piala. Tera mengusap air matanya.
“Tera Janji ya. tidak
hanya mendaur ulang sampah untuk meraih piala ini. Tapi daurlah sampah untuk
menyelamatkan bumi kita. Tapi daurlah sampah untuk menyelamatkan bumi kita.
Karena bumi sudah banyak memberi kita Cu. Alam yang indah, air, udara semuanya.
Sekarang siapa lagi yang mau menjaga bumi jika bukan kita? Yaa..”
Kakek lagi lagi
tersenyum.
“Tera janji kek. Bukan
hanya untuk kakek, tapi juga untuk bumi.” Tera menangis.
“Cup..cup. cup Tera tidak
cengeng. Tera ikhlas!” Kemudian perlahan kakek menghembuskan nafas terakhirnya.
SF Terima kasih
BalasHapusISO 9001